- Get link
- X
- Other Apps
POSTINGAN UNGGULAN
- Get link
- X
- Other Apps
Kudeta pertama
di Nusantara- Sejauh yang saya tahu, kudeta pertama di Nusantara dilakukan oleh
Ken Arok, ketika pemuda dari kaum sudra ini menggulingkan akuwu Tumapel,
Tunggul Ametung. Selang beberapa waktu dia berhasil menggusur Kertajaya, “si
Dandang Gendis” dari takhta kerajaan Kadiri.
Ken Arok ini
ialah sosok seorang anak yang lahir dari rahim Ken Endok, seorang yang berasal
dari kasta sudra. Sampai saat ini juga tidak jelas siapa pria yang menanam
benih dirahim ibunya (yang menjadi ayahnya). Tetapi lelaki sudra ini, mungkin
berkat izin dari dewa, dia memiliki
tingkat kecerdasan yang jauh di atas kasta brahmana. Terutama dalam hal kepercayaan
diri untuk menembus langit. Jika Tantripala membutuhkan waktu tiga tahun untuk
memerintah Mahasiddi, Ken Arok hanya membutuhkan tiga minggu.
Dan bahkan
Resi terbesar dan paling berpengaruh, Dyang Hyang Loh Gawe, harus mengakui
kecerdasan anak ini setara dengan dewa. Dyang Hyang Loh Gawe hanya mampu
menguasai sansekerta di tingkat membaca, tetapi tidak pandai dalam hal percakapan mnggunakan bahasa sansekerta. Ken Arok hanya
membutuhkan waktu yang singkat untuk keduanya sekaligus.
Ken Arok
adalah Sudra yang rendah hati, semakin hari dia tumbuh dan berkembang,
mempelajari segala hal dan dipraktikkan, sampai mencapai tingkat pengetahuan di
atas kasta brahmana. Tingkat keterampilan kanuragannya pun di atas kasta
ksatria. Kasta Sudra menjadi keuntungan tersendiri bagi dia, sementara para
brahmana hanya diperbolehkan untuk mempelajari ilmu-ilmu tertentu, Ken Arok
bebas untuk belajar apa saja.
Para ksatria
hanya diizinkan untuk menguasai tendangan tertentu, Ken arok dapat mempelajari
apa yang diinginkannya. Ken Arok benar-benar mempelajari semua ilmu. Ilmu
brahmana, ilmu ksatria, merampok, ilmu pengetahuan, sampai ilmu menipu pun dia
pelajari. Dan dia belajar dari apa pun dan siapa pun. Ki Bango samparan menjadi
guru dalam hal mencuri, Tantripala dan Loh Gawe menjadi guru sastra. Arok
belajar dari kerbau dan sapi, dari harimau, dan bahkan dari semut.
Suatu ketika,
segala kemampuannya menjumpai peluang. Tumapel sedang mengalami tingkat
kegalauan yang sangat luar biasa. Para brahmana yang merupakan penguasa ilmu
dan kebajikan di singkirkan, para penganut syiwa dikejar, direbut, dan
dihancurkan, hanya karena Akuwu Tunggul Ametung adalah seorang Wisnu. Kuil-kuil
pemujaan Hyang Batari Durga dirampok dan kemudian dimusnahkan.
Kawula alit
atau rakyat merasa resah dengan perbudakan dan pajak yang amat tinggi. Tentara
Tumapel dapat datang ke rumah sesuka hati, memilih kerbau atau kambing yang paling
gemuk untuk dirampas menjadi miliknya. Bahkan memilih gadis desa yang paling
cantik untuk melampiaskan nafsu birahi. Situasinya sangat kacau, seakan – akan hanya
menunggu seseorang untuk menjadi pemimpin dan sebagai simbol perlawanan.
Kala kondisi
tumapel seperti itu, Ken Arok hadir sebagai simbol. Kemampuannya dalam
merumuskan strategi dan taktik, menjadikan Arok sebagai simbol keadilan.
Meminjam tangan Empu Gandring dan kebo Ijo, Arok berada di belakang bayangan
sumir, dan tiba-tiba muncul sebagai pahlawan. Tangan empu Gandring dan Kebo Ijo
yang berlumuran darah, tetapi kedigdayaan Tumapel jatuh ke tangan Arok. Kudeta
politik merangkak yang ia rancang dengan cermat dan teliti, berhasil dengan
cemerlang.
Dan
ternyata, Arok memang pemimpin yang dicintai. Perbudakan dihapuskan, kebebasan
diberlakukan, dan upeti dikurangi. Nah, jika kita melihat situasi Tumapel dan
situasi Indonesia saat ini sangat mirip, maka haruskah kita memimpikan hadirnya
Arok dan “Gerakan Gandringnya dalam situasi Negeri seperti saat ini?. Hahaha…
masih gelap kawan…
Comments
Post a Comment