POSTINGAN UNGGULAN

Kewajiban Menuntut Ilmu




قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ. اعْلَمْ بِأَنَّهُ لَا يُفْتَرَضُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ طَلَبُ كُلِّ عِلْمٍ. لِأَنَّهُ هٰذَا غَيْرُ مُمْكِنٍ. وَلٰكِنْ إِنَّماَ يُفْتَرَضُ طَلَبُ عِلْمِ اْلحاَلِ كَمَا يُقاَلَ: أَفْضَلُ اْلعِلْمِ عِلْمُ اْلحاَلِ. وَأَفْضَلُ اْلعَمَلِ حِفْظُ اْلحاَلِ وَيُفْتَرَضُ عَلَى اْلمـُسْلِمِ طَلَبُ عِلْمٍ مَا يَقَعُ لَهُ فِي حَالِهِ، مَثَلاً: الصَّلَاةُ، فَيُفْتَرَضُ عَلَى اْلمـُـسْلِمِ أَنْ يَعْرِفَ كُلَّماَ يُؤَدِّي بِهِ فَرْضَ الصَّلَاةِ مِنْ شُرُوطِهَا وَأَرْكاَنِهاَ وَمُبْطِلَاتِهاَ وَغَيْرِ ذٰلِكَ. وَكَذٰا اْلوَاجِبَاتُ اْلأُخْرَى مِثْلُ الزَّكاَةِ وَالصَّوْمِ وَاْلحَجِّ وَاْلبُيُوعِ.
Rasullulah Saw bersabda : “Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan”. Perlu diketahui tidak diwajibkan kepada muslim laki-laki dan muslim perempuan untuk mencari semua ilmu, karena itu suatu hal yang tidak mungkin. Namun hanya menuntut ilmu hal (Tauhid dan Fiqh) yang dikatakan wajib. Seperti suatu ungkapan : ilmu yang paling utama adalah ilmu hal, dan perbuatan yang utama adalah menjaga hal. Oleh karena itu, setiap muslim wajib untuk menuntut ilmu tentang apa yang ada dalam ilmu hal, seperti : sholat, maka setiap muslim wajib mengetahui setiap hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban sholat, dari syarat, rukun, hal-hal yang membatalkan sholat dan hal lain yang berkaitan dengan sholat. Demikian pula wajib bagi muslim mengetahui kewajiban lainnya seperti : zakat, puasa, haji, dan perdagangan.
فَبِاْلعِلْمِ نَعْرِفُ اْلوَاجِبَاتِ وَاْلمــَكْرُوهَاتِ وَاْلمـَـنْهِيَّاتِ. وَإِنَّماَ شَرَفُ اْلعِلْمِ لِكَوْنِهِ وَسِيْلَةً إِلَى التَّقْوَى الَّتِي يَسْتَحِقُّ اْلكَرَامَةَ وَالدَّرَجَةَ اْلعَالِيَةَ وَالسَّعَادَةَ اْلأَبَدِيَّةَ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى، كَقَوْلِ الشَّاعِرِ:
Maka dengan ilmu kita dapat mengetahui kewajiban, hal-hal yang makruh dan hal-hal yang dilarang dalam kehidupan. Sesungguhnya kemuliaan ilmu dapat menjadikan perantara menuju ketaqwaan untuk memperoleh kemuliaan, derajat yang tinggi dan kebahagiaan yang kekal di sisi Allah SWT. Seperti perkataan syair:
تَعَلَّمْ فَإِنَّ اْلعِلْمَ زَيِّنٌ لِأَهْلِهِ                #     وَفَضْلٌ وَعُنْوَانٌ لِكُلِّ اْلمـَحَامِدِ
وَكُنْ مُسْتَفِيداُ كُلَّ يَوْمٍ زِياَدَةً            #     مِنْ اْلعِلْمِ وَاسْبَحْ فِي بُحُورِ اْلفَوَائِدِ
تَفَقَّهْ فَإِنَّ اْلفِقْهَ أَفْضَلُ قَائِدِ               #     إِلَى اْلبِرِّ وَالتَّقْوَى وَأَعْدَلُ قَاصِدِ
هُوَ اْلعِلْمُ اْلهُدَى إِلَى سُنَنِ اْلهُدَى          #     هُوَ اْلحِصْنُ يُنْجِي مِن جَمِيعِ الشَّدَائِدِ
فَإِنَّ فَقِيهاً وَاحِداً مُتَوَارِعاً                 #     أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطاَنِ مِنْ أَلْفِ عَابِدِ
Belajarlah sebab ilmu adalah penghias bagi pemiliknya
          Dan sumber keutamaan, serta pertanda bagi segala hal yang dipuji
Jadikanlah hari-hari mu untuk menggapai faedah dengan menambah
          Dari ilmu dan berenanglah di lautan faedah
Belajarlah ilmu fiqh, karena fiqh itu paling utama-utamanya penuntun
          Pada kebaikan dan taqwa, dan lebih adil adilnya keadilan
Fiqh adalah ilmu yang menunjukan pada jalan hidayah
          Dia mampu sebagai benteng yang menyelamatkan dari segala kesulitan
Karena satu orang fiqh yang wira’i 
          Akan lebih sulit bagi setan dibanding seribu orang ahli ibadah
وَكَذٰا يَجِبُ عَلَى اْلمـُسْلِمِ أَنْ يَعْلَمَ فِي سَائِرِ اْلأَخْلاَقِ اْلمـَحْمُودَةِ مَعَ مَا يُضَادُّهَا مِثْلُ: اْلجُوْدِ وَاْلبُخْلِ وَالشَّجَاعَةِ وَاْلجُبْنِ وَالتَّوَاضُعِ وَالتَّذْلِيلِ وَغَيْرِهاَ. فَإِنَّ اْلبُخْلَ وَاْلجُبْنَ وَالتَّذْلِيلَ حَرَامٌ وَلاَ يُمْكِنُ التَّحَرُّزُ عَنْهاَ إِلاَّ بِعِلْمِهاَ. وَأَماَّ حِفْظُ ماَ يَقَعُ فِي بَعْضِ اْلأَحَايِيْنِ فَحُكْمُه فَرْضُ اْلكِفاَيَةِ أَيْ إِذَا قَامَ بِهِ اْلبَعْضُ فِي تِلْكَ الدَّائِرَةِ سَقَطَ عَنْ اْلبَاقِيْنَ. فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهَا أَحَدٌ يَقُومُ بِهِ اشْتَرَكُوْا جَمِيعاً فِي اْلمـَأْثَمِ. قِيْلَ بِأَنَّ اْلعِلْمَ مِنْهُ عِلْمُ مَا يَقَعُ عَلَى نَفْسِهِ فِي جَمِيعِ اْلأَحْوَالِ، وَهٰذَا كَمَنْزِلَةِ الطَّعَامِ، لَا بُدَّ مِنْ كُلِّ وَاحِدٍ أَنْ يَعْرِفَهُ. وَعِلْمُ مَا يَقَعُ فِي بَعْضِ اْلأَحَايِينِ وَهٰذَا كَمَنْزِلَةِ الدَّوَاءِ يَحْتاَجُ إِلَيْهِ فِي بَعْضِ اْلأَوْقاَتِ. وَأَماَّ تَفْسِيْرُ اْلعِلْمِ فَهُوَ صِفَةٌ يَتَجَلَّى بِهاَ لِمَنْ قَامَتْ هِيَ بِهِ.
Demikian pula setiap muslim wajib untuk mengetahui segala bentuk akhlak terpuji serta segala bentuk kebalikannya. Misalnya : dermawan, kikir, pemberani, penakut, rendah diri, hina dan yang lainnya. Karena kikir, penakut dan hina merupakan sifat yang diharamkan dan kita tidak mungkin dapat terhindar dari sifat tersebut tanpa mengetahui kriteria sifat-sifat tersebut. Adapun menjaga diri dari kejadian yang bersifat kondisional hukumnya adalah fardhu kifayah maksudnya apabila ada sebagian manusia yang melaksanakannya maka sebagian lainnya telah gugur kewajiban. Tapi bila dalam satu kaum tidak ada menunaikannya, mereka semua akan dianggap berdosa. Dikatakan bahwa mempelajari ilmu untuk kebutuhan manusia dalam setiap kondisi itu ibarat makanan, dibutuhkan bagi setiap orang untuk mengetahuinya. Sedangkan mempelajari amalan yang kondisional itu ibarat obat yang mana seorang hanya membutuhkan pada waktu-waktu tertentu. Adapun penjelasan ilmu itu merupakan sifat yang bisa diketahui bagi orang yang mendalaminya.
وَاْلفِقْهُ مَعْرِفَةُ دَقَائِقِ اْلعِلْمِ مَعَ نَوْعِ عِلَاجٍ، كَمَا قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ رَحِمَهُ اللهُ. اْلفِقْهُ مَعْرِفَةُ النَّفْسِ مَا لَهاَ وَمَا عَلَيْهاَ أَيْ مَعْرِفَةُ مَا يَجِبُ لِلنَّفْسِ أَنْ تَفْعَلَهُ وَمَعْرِفَةُ مَا عَوَاقِبُ مِنْ اْلأَفْعاَلِ.
Dan ilmu fiqh itu mengetahui spesifikasi ilmu beserta jenis kegunaannya. Seperti yang dikatakan oleh Abu Hanifah : “fiqh adalah pengetahuan diri tentang hal hal yang berguna dan hal-hal yang berbahaya bagi diri seseorang, maksudnya mengetahui hal yang wajib dikerjakan dan mengetahui hasil akhir dari hal dikerjakan.”
وَيَنْبَغِي لِطَالِبِ اْلعِلْمِ أَنْ يَنْوِيَ بِطَلَبِ رِضَا اللهِ تَعَالَى وَالدَّارِ الآخِرَةِ وَإِزَالَةِ اْلجَهْلِ عَنْ نَفْسِهِ وَعَنْ سَائِرِ اْلجُهَّالِ وَإِحْياَءِ الدِّيْنِ وَإِبْقاَءِ اْلإِسْلَامِ. فَإِنَّ بَقَاءَ اْلإِسْلَامِ بِاْلعِلْمِ. وَلَا يَصِحُّ الزُّهْدُ وَالتَّقْوَى مَعَ اْلجَهْلِ. لِأَنَّ النِّيَةَ هِيَ اْلأَصْلُ فِي جَمِيعِ اْلأَحْوَالِ لِقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ : إِنَّماَ اْلأَعْمَالُ بِالنِّياَتِ. وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كَمْ مِنْ عَمَلٍ يَتَصَوَّرُ بِصُوْرَةِ أَعْمَالِ اْلآخِرَةِ ثُمَّ يَصِيْرُ مِنْ أَعْمَالِ الدُّنْيَا بِسُوْءِ النِّيَةِ.
Sepantasnya bagi penuntut ilmu supaya berniat untuk mencari ridho Allah Ta’ala, mengharapkan kampung akhirat dan berniat agar bisa menghilangkan kebodohan pada diri dan seluruh orang bodoh yang ada serta untuk menghidupkan agama melanggengkan Islam. Karena kekekalan agama Islam itu hanya bisa diwujudkan dengan ilmu. Zuhud dan takwa tidak akan dikatakan benar ketika disertai kebodohan. Oleh karenanya, niat adalah pokok dari segala kondisi sebagimana sabda Nabi SAW : “Seluruh amal itu hanya dinilai dari niatnya.” Sabda Nabi yang lain : “Betapa banyak amal yang berupa amalan akhirat kemudian hanya menjadi amalan dunia karena kesalahan niatnya.”
أَنْشَدَ الشَّيْخُ بُرْهَانُ الدِّيْنِ:
فَسَادٌ كَبِيرٌ عَالِمٌ مُتَهَتِّكُ                  #     وَأَكْبَرُ مِنْهُ جَاهِلٌ مُتَنَسِّكُ
هُماَ فِتْنَةٌ فِي اْلعَالَمِينَ عَظِيمَةٌ            #     لِمَنْ بِهِماَ فِي دِيْنِهِ يَتَمَسَّكُ
Syaikh Burhanudin membacakan syair :
Kerusakan besar ketika seorang alim bertindak menyelisihi agamanya.
Dan lebih besar lagi ketika orang bodoh beramal tanpa ilmu.
Keduanya merupakan ujian besar untuk alam semesta.
Bagi orang yang berpegang teguh pada agamanya.
وَيَنْوِيَ بِهِ الشُّكْرَ عَلَى نِعْمَةِ اْلعَقْلِ وَصِحَّةِ اْلبَدَنِ وَلَا يَنْوِيَ بِهِ إِقْباَلَ النَّاسِ إِلَيْهِ وَلَا اسْتِجْلَابَ حُطَامِ الدُّنْياَ وَاْلكَرَامَةِ عِنْدَ السُّلْطاَنِ وَالتَّوْظِيْفِ عِنْدَ اْلحُكُومَةِ وَغَيْرِهاَ. قَالَ الشَّيْخُ حَماَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ:
Dan seorang penuntut ilmu sepantasnya berniat karena rasa syukur atas nikmat akal dan kesehatan badan, bukan berniat untuk mendatangi manusia, mendapatkan harta dunia, kedekatan bersama pemimpin, pekerjaan dalam pemerintahan dan yang selainnya. Syaikh Hammad bin Ibrahim berkata :
مَنْ طَلَبَ اْلعِلْمَ لِلْمَعَادِ                   #     فَازَ بِفَضْلٍ مِنْ الرَّشَادِ
فَيَا لِخُسْرَانِ طَالِـــبِيْهِ               #     لِنَيْلِ فَضْلٍ مِنْ اْلعِبَادِ
Barangsiapa yang mencari ilmu karena akhirat.
            Dia akan beruntung dengan anugerah yang berupa petunjuk.
Duhai merugilah para penuntut ilmu
            Karena mengharap anugerah dari sesama hamba.
وَلٰكِنْ يَجُوْزُ إِذَا طَلَبَ اْلجَاهَ لِلأَمْرِ بِاْلمـَـعْرُوفِ وَالنَّهْيِ عَنْ اْلمـُـنْكَرِ وَتَنْفِيَذِ اْلحَقِّ وَإِعْزَازِ الدِّيْنِ لَا لِنَفْسِهِ وَهَوَاهُ. فَيَجُوزُ ذٰلِكَ بِقَدْرِ مَا يُقِيْمُ بِهِ اْلأَمْرَ بِاْلمـَعْرُوفِ وَالنَّهْيَ عَنْ اْلمـُـنْكَرِ. فَيَجِبُ لِطَالَبِ اْلعِلْمِ أَنْ يَتَفَكَّرَ كَثِيراً لِأَنَّهُ يَتَعَلَّمُ اْلعِلْمَ بِجُهْدٍ كَثِيرٍ وَزَادٍ كَثِيرٍ وَأَعْمَالٍ مُتْعِبَةٍ. فَلَا يَصْرِفُهُ إِلَى الدُّنْياَ اْلحَقِيْرَةِ اْلقَلِيلَةِ اْلفَانِيَةِ. قَالَ الشَّاعِرُ:
Namun seseorang boleh mencari sebuah kedudukan agar bisa amar ma’ruf dan nahy mungkar dan mewujudkan kebenaran serta menegakkan agama bukan karena diri dan hawa nafsunya. Dia boleh mewujudkan hal itu sebatas kemampuan dia untuk amar ma’ruf dan nahi mungkar. Seorang pencari ilmu harus banyak berfikir karena belajar itu membutuhkan banyak kesungguhan, banyak bekal dan pekerjaan yang melelahkan serta tidak berpaling menuju dunia yang rendah lagi tidak kekal ini. Seorang penyair berkata :
هِيَ الدُّنْياَ أَقَلُّ مِنْ اْلقَلِيلِ                 #     وَعَاشِقُهاَ أَذَلُّ مِنْ الذَّلِيلِ
تُصِمُّ بِسِحْرِهاَ قَوْماً وَتُعْمِي              #     فَهُمْ مُتَحَيِّرُونِ بِلَا دَلِيلِ
Dunia itu lebih sedikit dari hal yang sedikit.
Dan pecintanya lebih hina dari yang hina
Seseorang bisa bisu dan buta karena tipuan dunia.
Sedangkan mereka bingung tanpa sebuah alasan.
وَيَجِبُ لِطَالِبِ اْلعِلْمِ أَنْ يَتَوَاضَعَ وَيُجَنِّبَ التَّكَبُّرَ. كَمَا قَالَ الشَّاعَرُ:
Seorang haruslah bersikap rendah diri dan menjauh dari sikap sombong, sebagaimana perkataan penyair :
إِنَّ التَّوَاضُعَ مِنْ خِصَالِ اْلـمُتَّقِي        #     وَبِهِ التَّقِيُّ إِلَى اْلـمَعَالِي يَرْتَقِي
وَمِنْ اْلعَجَائِبِ عَجْبُ مَنْ هُوَ جَاهِلُ     #     فِي حَالِهِ أَهُوَ السَّعِيدُ أَمْ الشَّقِيُّ
أَمْ كَيْفَ يُخْتَمُ عُمْرُهُ أَوْ رُوْحُهُ          #     يَوْمَ النَّوَى مُتَسَفِّلٌ أَوْ مُرْتَقِي
وَاْلكِبْرِياَءُ لِرَبِّناَ صِفَةٌ بِهِ                  #     مَخْصُوصَةٌ فَتُجَنِّبَنْهاَ وَاتَّقِي
Sesungguhnya rendah diri merupakan sikap orang yang bertakwa
Dia akan semakin tinggi derajatnya dengan kerendahan dirinya
Di antara keanehan adalah keanehan orang yang bodoh
Pada kondisi dirinya baik senang maupun susah
Atau bagaimana umur dan ruhnya berakhir
Pada hari kematian apakah merugi atau beruntung
Kesombongan adalah sifat khusus yang dimiliki Tuhan kita
Maka jauhilah sifat tersebut dan bertakwalah kepadaNya.

ULASAN :
Menuntut ilmu adalah kewajiban manusia sebagai ‘abdullah (hamba Allah) dan kholifah (wakil Allah di bumi) sebagai usaha untuk mengembangkan segala potensi dan mengolah segala sesuatu yang telah Allah anugerahkan kepada manusia serta mengantarkan manusia sebagai usaha untuk mendapatkan derajat takwa di sisi Allah melalui ilmu tersebut. Selain itu dengan ilmu hati juga akan hidup. Namun jika hati tidak disinari oleh ilmu, hati akan sakit dan mati. Oleh karena itu sebagai muslim yang taat dan dalam rangka mengembangkan fitrah manusia maka kita dituntut untuk mencari bekal yang berupa ilmu.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an terkait dengan kewajiban menuntut ilmu dan keutamaan orang berilmu, Al quran surat al-mujadillah ayat 11 yang artinya “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan  Allah  Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Jelas bahwa ilmu dapat mengantarkan orang menuju derajat takwa. Selain itu orang yang berilmu dan bertakwa mempunyai kedudukan yang sepesial di sisi Allah.
Bertolak dari ayat di atas dapat kita pahami bahwa sudah menjadi tanggung jawab kita untuk menuntut ilmu. Segala potensi-potensi yang dimiliki manusia, harus dikembangkan melalui berbagai kajian-kajian keilmuan. Sebagai bentuk realisasi dan implementasi kalimat tauhid La ilaaha illa Allah, dan mengenal kepadaNya. Sedangkan khalifah Allah merupakan realisasi dari mengemban amanah dalam arti memelihara, mengelola, menjaga, memanfaatkan, dan mengoptimalkan penggunaan segala anggota badan, alat-alat potensial (termasuk indera, akal dan hati) atau potensi-potensi dasar manusia,  guna  menegakkan  keadilan, kemakmuran  dan  kebahagiaan  hidup di dunia terlebih untuk kehidupan akhirat.
Sehingga dengan semakin berkembangnya dunia global, sebagai umat Islam kita dituntut berlomba-lomba dalam mencari ilmu. Islam sebagai agama yang dinamis dalam artian terus berkembang, mewajibkan pemeluknya untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan kapasitas keilmuannya. Islam tidak pernah mengdikotomikan pengetahuan baik saintis maupun agamis, keduanya wajib dipelajari oleh manusia. Islam memandang bahwa ilmu sains penting, namun di atas semua itu Islam memandang ilmu agama lah yang paling penting karena sains tidak akan berguna bagi kehidupan akhirat tanpa diimbangi dengan kepahaman Ilmu agama. Agar seorang Muslim tidak hanya menjadi seorang pemikir atau tokoh religious akan tetapi juga ahli dalam keilmuan sains.
Tentunya menuntut ilmu tidak boleh dibatasi oleh keilmuan saintis saja, akan tetapi paling penting dari itu semua adalah menuntut suatu ilmu yang membawa dampak bagi penuntutnya untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, ilmu yang mengantarkan manusia mengerti tentang segala permasalahan dan ketentuan Allah, dan juga ilmu yang dapat menjadikan penghias bagi dirinya sendiri. Menuntut ilmu sehingga dapat mengetahui kewajiban, hal-hal yang makruh dan hal-hal yang dilarang dalam kehidupan. Sehingga kemuliaan ilmu itu mampu menjadikan perantara menuju ketakwaan, memperoleh kemuliaan, derajat yang tinggi dan kebahagiaan yang kekal di sisi Allah SWT.
Ilmu juga membimbing setiap umat muslim. Penuntutnya mampu mengetahui segala bentuk perilaku dan perbuatan akhlak terpuji (mahmudah) dan segala bentuk perbuatan dan perilaku tercela (madzmumah). Ilmu juga menyinari hati seseorang. Hati yang tidak disinari ilmu dan disirami sejuknya ilmu, akan sakit dengan kesombongan, bangga diri, suka popularitas, dan suka membuat kerusakan di muka bumi serta penyakit yang berkarat di dalam hati. Dan segala penyakit akan terkikis dan sirna oleh sinar dan siraman ilmu, sehingga hati tersebut bisa kembali bersih, indah, sehat, dan dihiasi dengan aklak-aklak terpuji.  Hal itu karena dinaungi oleh ilmu dan pengetahuan yang mengakibatkan bertambahnya sifat, akhlak, keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan. Hati yang selamat dari setiap syahwat akan selalu menjalankan  perintah dan  menjauhi  larangan Allah,  dan hati selamat dari setiap syubhat (keraguan) dan  perbuatan  nista, kesyirikan akan menyelamatkan seseorang dari siksaan Allah I.
Selain itu dalam menuntut ilmu harus diniati dengan niat yang baik, artinya meniatkan sesuatu itu kepada Allah karena ilmu itu berasal dan milik Allah. Sehingga meniatkan mencari ilmu untuk mencari ridho Allah SWT adalah suatu keharusan bagi penuntutnya yang ingin mendapatkan keluasan dan kepahaman ilmu Allah. Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah meniatkan mencari ilmu untuk menghilangkan kebodohan disertai rasa syukur terhadap akal yang dikaruniakan Allah SWT pada dirinya. Dan mengembangkan fitrah dasar yang diberikan Allah kepada manusia untuk berpendidikan maka juga penting. Segala hal yang kita niatkan untuk mencari ridho Allah akan mempermudah pekerjaan, dan segala yang diniatkan untuk tujuan ibadah akan dinilai juga sebagai suatu ibadah di sisi Allah.
Ilmu sangatlah luas dan ilmu adalah petunjuk bagi pemiliknya dan dapat dikatakan ilmu membawa kebahagian kepada dunia dan akherat, sebuah atsar mengatakan yang artinya “barang siapa yang menginginkan dunia maka dengan ilmu, barang siapa menginginkan akherat maka dengan ilmu, dan barang siapa menginginkan keduanya (dunia dan akherat ) maka dengan ilmu juga”.
Secara literal jelaslah bahwa ketika sesorang ingin mendapatkan kebahagian keberuntungan dan keberkahan hidup di dunia dan akhirat hanya dapat ditempuh dengan ilmu. Bahkan kita dapat menggunakan ilmu itu untuk mendapatkan suatu pekerjaan, mencari keinginan kita misalnya kekuasaan dengan tujuan amal ma’ruf nahi mungkar bukan kepentingan hawa nafsunya. Maka tentu dapat kita pahami begitu pentingnya, ilmu mampu mengantarkan kemudahan bagi pemiliknya, kemudahan dalam ibadah dan kemudahan hidup di dunia. (AQA)
والله أعلم

Comments