- Get link
- X
- Other Apps
POSTINGAN UNGGULAN
- Get link
- X
- Other Apps
Khawarij |
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kita sudah
tahu apa yang terjadi ketika peperangan Shiffin antara Sayidina Ali dengan Sayidina
Muawiyah ra. Pihak Sayidina Muawiyah hampir kalah lalu mereka mengangkat Mushaf
pada ujung tombak dan menyerukan perhentian peperangan dengan bertahkim.Akibat
itu golongan Ali terbagi menjadi dua golongan yaitu golongan yang setuju dengan
tahkim dan golongan yang tidak setuju dengan tahkim. Mereka yang tidak setuju
dengan tahkim beralasan bahwa orang yang mau berdamai pada ketika pertempuran
adalah orang yang ragu akan pendiriannya, dalam kebenaran peperangan yang
ditegakkannya. Hukum Allah sudah nyata kata mereka, siapa yang melawan khalifah
yang sah harus diperangi.Kaum inilah yang dinamakan kaum Khawarij yaitu kaum
yang keluar yakni keluar dari Sayidina Muawiyah dan keluar dari Sayidina Ali.
Setiap orang Islam harus mengetahui macam dan bentuk paham Khawarij, agar
kita bisa mengambil pelajaran penting yang bisa diambil dari paham tersebut.
Memang golongan ini sudah hilang dibawa arus sejarah, tetapi pahamnya masih
berkeliaran dimana-mana.
B.
Fokus
Pembahasan
1.
Sejarah Munculnya Aliran Khawarij.
2.
Perjanjian Tahkim Sayidina Ali Bin Abi Talib RA dengan
Muawiyah
3.
Sekte-sekte Aliran Khawarij dan Ajarannya.
4.
Perkembangan Aliran Khawarij.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Munculnya Aliran Khawarij.
Secara etimologis kata khawri’j berasal dari bahasa Arab,
yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau
memberontak. Berdasarkan pengertian etimologi
khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat islam.
Kelompok ini bisa disebut khawarij atau kharijiyah.
Sedangkan yang dimaksud khawarij
dalam terminology ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali
bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan
terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam
perang Siffin pada tahun 37 H/ 648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak)
Muawiyah bin Abi Sofyan perihal persengketaan khilafah.[1]
Nama khawarij diberikan pada
mereka karena mereka keluar dari barisan Ali. Tetapi ada pula yang mengatakan
bahwa pemberian ayat itu berdasarkan ayat 100 dari surat an-nisa’, yang
didalamnya disebutkan: “keluar dari rumah dan lari kepada Allah dan rasul-Nya”.
Dengan demikian kaum khawarij memangdang diri mereka sebagai orang yang
meninggalkan rumah dari kampong halamannya untuk mengabdikan diri kepada Allah
da Rasulnya.[2]
Ali bin Abi tholib(w. 661 M) diangkat menjadi khalifah setelah amirul
mu’minin ustman bin afan dibunuh oleh kaum pemberontak. Untuk mengembalikan
stabilitas keamanan, Ali bin Abi tholib melakukan berbagai langkah perbaikan,
diantaranya merombak para pejabat dengan mengangkat gubernur baru dan
memberhentikan gubernur lama. Diantara gubernur yang diberhentikan ali bin abi
tholib adalah mu’awiyah bin abi sufyan. Mu’awiyah menolak untuk diberhentikan,
sebelum para pemberontak yang terlibat dalam pembunuhan atas diri ustman bin
afan diutus, diadili dan dijatuhi hukuman yang pantas. Sementara amirul
mu’minin ali bin abi tholib berpendapat, tanpa adanya stabilitas keamanan dan
politik, adalah mustahil mengusut, mengadili dan menjatuhkan sangsi kepada para
pemberontak.[3]
Perselisihan sahabat Ali bin abi tholib dengan mu’awiyah bin abi sufyan
memuncak dengan terjadinya perang sifhin dan perundingan (at-tahkim) di
Daumatul jandal, antara pasukan ali bin abi tholib selaku amirul mu’minin dan
pasukan muawiyah bin abi sufyan selaku mantan gubernur syam. Pertempuran antara
dua pasukan besar kaum muslimin initerjadi akibat perbedaan ijtihad antara
pemimpin mereka. Pertempuran ini terjadi di daerah siffhin yang berlangsung
selama beberapa hari dan mengakibatkan jatuhnya ribuan pasukan muslimin dari
kedua belah pihak yang terbunuh dan luka-luka. Namun akhirnya pertempuran ini
berahir dengan damai.
Dari perundingan damai itu, sebagian pengikut Ali keluar dari barisan ali
karena ali dianggap telah bersikap salah karena tidak bertindak tegas pada
pemberontak seperti mu’awiyah. Kebencian mereka tidak hanya tertuju kepada ali
saja namun mereka juga sangat membenci mu’awiyah karena telah memberontak
kepada khalifah yang syah. Mereka menganggap ali dan mu’awiyah telah kafir, karena mencari pemecahan masalah
kepada manusia ( yaitu abu musa al-as’ari dan amru bin asy). Padahal mereka
menganggap segalah permasalahan harus diserahkan kepada allah semata.[4]
Golongan mereka inilah yang kemudia dalam sejarah disebut dengan aliran
khawarij. Munculnya golongan al Khawarij menyebabkan tentara Ali semakin lemah
, sementara posisi Muwiyah semakin kuat. [5]
Pada saat mereka keluar dari barisan
Ali mereka langsung meluncur ke daerah harurah itulah sebabnya mereka disebut
juga dengan nama haruriyah.[6]
Kadang-kadang mereka disebut dengan syurah dan al- mariqah. Mereka sampai
di harura dengan dibawah arahan abdullah Al-kaiwa. Disinilah mereka melanjutkan
beberapa perlawanannya kepada kelompok Ali dan Mu’awiyah, mereka mengangkat
seorang pemimpin yang bernama abdullah bin sahab Ar-Rasyibi.
Setelah Ali
meninggal dunia kegiatan aliran ini semakin merajalela, mereka selalu
melibatkan diri diberbagai fitnah, terutama pada masa kekhalifahan mu’awiyah.[7]
Akan tetapi mereka tidak berani memuculkan diri kepermukaan karena mereka
sadar tidak akan bisa bertempur dengan tentara mu’awiyah yang sudah terlatih
dan mahir menunggang kuda.
Khawarij memandang semua pelaku dosa besar akan kekal di neraka. Semua yang
terlibat dalam arbitase adalah pelaku dosa besar. Bahkaan mereka menganggap
semua orang yang berbeda dengan mereka adalah kafir, termasuk golongan mereka
sendiri yang tidak mau hijrah ke daerah yang sedag mereka duduki.
Pandangan yang berbeda dikemukakan subsekte an-najdat. Mereka menganggap
orang yang berdosa besar dan kekal di neraka hanyalah orang-orang yang tidak
bergabung dengan aliran ini, tetapi bagi anggota mereka sendiri tidak akan
kekal di neraka jika melakukan dosa besar, pada akhirnya pelaku dosa besar akan
masuk surga. Subsekte as-sufuriah membagi dosa besar menjadi dua yaitu golongan
dosa besar yang ada sangsinya didunia seperti membunuh tanpa alasan, berzina,
dan dosa besar yang tidak ada sangsinya di dunia seperti meninggalkan sholat,
tidak puasa. Sub-sekte ini menganggap jika seorang melakukan dosa besar
kategori yang pertama maka tidak ada hukum kafir bagi mereka tapi jika ada
orang yang melakukan dosa besar kategori yang kedua maka mereka adalah
orang-orang kafir
B. Perjanjian
Tahkim Sayidina Ali
Bin Abi Talib RA dengan Muawiyah
Perjanjian ini
adalah diantara Sayidina Ali Bin Abi Talib RA dengan Muawiyah (Munafik Di Zaman
Khulafah Al-Rasyidin) untuk kedua-duanya meletakkan jawatan sebagai Amirul
Mukminin. Sayidina Ali RA diwakili oleh Abu Musa Al-Asy'ari. Sayidina Ali RA
asalnya mengusulkan Abdullah Bin Abbas, tetapi kelompok pengikutnya secara
majoriti memilih Abu Musa Al-Asy'ari, maka demi mengelakkan fitnah, Sayidina
Ali RA bersetuju. Muawiyah pula diwakili oleh Amru Bin Aash.
Sebelum
Perjanjian diumumkan, Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru Bin Aash telah berbincang dengan panjang lebar dan persetujuan
perjanjian dicapai dimana Sayidina Ali RA dan Muawiyah tidak akan menjadi
Amirul Mukminin. Persetujuan perjanjian juga bersetuju bahawa Abu Musa
Al-Asy'ari akan mengumumkan dulu tentang perletakkan jawatan Sayidina Ali
RA sebagai Amirul Mukminin.
Abu Musa
Al-Asy'ari kemudiannya mengumumkan perletakkan jawatan Sayidina Ali RA
sebagai Amirul Mukminin. Kemudian disusuli Amru
Bin Aash yang mengumumkan:- "Sesungguhnya Abu Musa memecat temannya
sebagaimana kamu lihat dan aku menetapkan Muawiyah sebagai Amirul Mukminin dan
penuntut atas kematian Uthman, maka bai'atlah dia". Dari sejarah ringkas
Perjanjian Tahkim ini, dengan jelas dapat kita lihat peranan Amru Bin Aash seorang Islam yang munafik.[8]
- Sekte-sekte
Aliran Khawarij dan Ajarannya.
Khawarij terpecah menjadi
beberapa firqoh, dimana antara firqoh satu dan lainya tidak ada suatu kesatuan.
Perpecahan membuat khawarij menjadi dan mudah sekali dipatahkan dalam berbagai
pertempuran menghadapi kekuatan militer bani umayyah yang berlangsung
bertahun-tahun sehingga aliran ini hanya tinggal dalam catatan searah. Firqoh-firqoh
tersebut antara lain:
1.
Al-muhakimah
Golongan
khawarij asli dan terdiri dari pengikut-pengikut ali. Mereka menganggap semua
orang yang terlibat dalam arbitase adalah kafir. Berbuat zina dan membunuh
orang tanpa alasan yang syah adalah keluar dari islam dan kafir.
2.
Al-zariqoh
Golongan khawarij yang dipimpin Nafi ibnu azraq dengan
pandanganya yang lebih ekstrim dibandingkan dengan golongan-golongan lainya.
Menurut mereka selain mereka dan para pendukungnya seperti abdurohman ibnu
muljam (pembunu ali) adalah musyrik, dan kekal selamanya di neraka.
3.
An-nadjad
Bagi goongan
ini, keimanan dan keislaman seseorang ditentukan oleh kewajiban mengimani allah
dan rasulnya. Orang-orang yang tidak peduli tentang itu dianggap tidak beriman
dan tidak dapat diampuni. Hanya golongan ini
yang dianggap berimin.
4.
Al-jaridah
Mereka adalah
pengikut dari Abd al-karim ibn ajrad yang menurut al-syahratsani merupakan
salah satu teman dari ‘atiah al-hanafi. Mereka lebih lunak dbanding yang lain.
Bagi mereka hijrah tidak menjadi kewajiban, tetapi hanya menjadi kebijakan.
Orang yang beriman tidak harus tinggal di tempat kekuasaan mereka dan bukan
merupakan kafir.
5.
Al-maimunah
Golongan ini
berpaham qodariyah. Mereka menganggap semua perbuatan manusia timbul karena
inisiatif manusia itu sendiri.
6.
As-sufriyah
Golongan As-sufriyah adalah pengikut dari zaid ibnul
asfar. Golongan ini hamper sama dengan Al-azriqah tetapi ada sedikit perbedaan
diataranya adalah: anak-anak orang musyrik tidak boleh dibunuh, tidak harus
hijrah, dll.
7.
Dan masih banyak yang lainya. Secara garis besar, semua sekte ini
membicarakan tentang siapa yang itu pelaku dosa besar. Apakah masih
diangap mu’min atau sudah menjadi kufur.
Doktrin-doktrin pokok
Khawarij:
1. Khalifah
atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam.
2. Khalifah
tidak harus berasal dari keturunan Arab. Setiap orang muslim berhak menjadi
khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
3. Khalifah dipilih
secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syari’at
Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika zalim.
4. Khalifah sebelum Ali
(Abu Bakar, Umar, Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa
kekhalifahannya Utsman ra dianggap telah menyeleweng.
5. Khalifah Ali
adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah
menyeleweng.
6. Muawiyah dan Amr
bin Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan menjadi kafir.
7. Pasukan
perang Jamal yang melawan Ali juga kafir.
8. Seseorang
yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Yang sangat
anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi
kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir
dengan risiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula.
9. Setiap
muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau
bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (Negara
musuh), dan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-islam (Negara
islam).
10. Seseorang
harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
11. Wa’ad
dan wa’id (orang baik harus masuk surga, dan yang jahat masuk
neraka).
12. Amar ma’ruf
nahyi munkar.
13. Memalingkan
ayat-ayat Al-quran yang tampak mutasabihat (samar)
14. Quran adalah makhluk.
15. Manusia
bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
D.
Perkembangan
Khawarij
Perkembangan khawarij semakin meluas
dan terbagi menjadi dua golongan yang pertama bermarkas di sebuah negeri
Bathaih yang menguasai dan mengontrol kaum Khawarij yang berada di Persia yang
dikepalai oleh Nafi bin Azraq dan Qathar bin Faja’ah, dan golongan yang kedua
bermuara di Arab daratan yang menguasai kaum khawarij yang berada di Yaman,
Handharamaut, dan Thaif yang dikepalai oleh Abu Thalif, Najdah bin ‘Ami, dan
abu Fudaika.
Terlepas dari berapa banyak subsekte
pecahan Khawarij, tokoh-tokoh seperti Al-Bagdadi dan Al-Asfarayani, sepakat
bahwa subsekte khawarij yang besar terdiri dari delapan macam, yaitu:
1.
Al-Muhakkimah
5. Al-Ajaridah
2.
Al-Azriqah
6. As-Saalabiyah
3.
An-Nadjat
7. Al-Abadiyah
4.
Al-Baihasiyah
8. As-Sufriyah
Semua subsekte itu membicarakan
persoalan hukum bagi orang yang berbuat dosa besar, apakah ia masih dianggap
mukmin atau telah menjadi kafir. Tampaknya
doktrin teologi ini tetap menjadi primadona dalam pemikiran mereka, sedangkan
doktrin-doktrin lain hanya sebagai pelengkap saja.
Semua aliran
yang bersifat radikal, pada perkembangan lebih lanjut, dikategorikan sebagai
khawarij, selama didalamnya terdapat indikasi doktrin yang identik dengan
aliran ini. Berkenaan dengan ini Harun Nasution mengidentifikasi beberapa
indikasi aliran yang dapat dikategorikan sebagai aliran khawarij, yaitu:
1.
Mudah mengafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka walaupun orang
itu adalah penganut agama Islam.
2.
Islam yang benar adalah islam yang mereka pahami dan amalkan.
3.
Orang-orang islam yang tersesat dan menjadi kafir perlu dibawa kembali pada
islam yang sebenarnya, yaitu islam yang seperti mereka pahami dan amalkan.
4.
Karena pemerintahan dan ulama yang tidak sefaham dengan mereka adalah
sesat, maka mereka memilih imam dari golongan mereka sendiri.
5.
Mereka bersifat fanatik dalam paham dan tidak segan-segan menggunakan
kekerasan dan membunuh untuk tujuan mereka.
BAB III
ANALISIS
Berdasarkan
pembahasan di atas, maka penulis mencoba menganalisis tentang aliran khawarij
beserta ajaran-ajaran yang dikembangkannya sesuai dengan konteks fenomena yang
ada di zaman sekarang ini. Dalam diskursus mengenai terorisme dan Islam yang
marak belakangan ini, satu hal yang selalu ada dan menarik diperhatikan adalah
analisis keterkaitan ideologis antara para pelaku teror dengan Khawarij.
Disebut nama ini, umat Islam akan mengingat kembali peristiwa fitnah besar (al-fitnah
al-kubra) yang terjadi antara 656 hingga 661 M. salah satu periode terkelam
dalam sejarah Islam. Bukan hanya karena terjadinya pertumpahan darah
antar-Muslim tetapi hura-hara politik tersebut melahirkan sebuah sekte, yang
dikenal dengan sebutan Khawarij (kaum yang keluar), Aroma keterkaitan teror suci versi
al-Qaidah-nya Usamah bin Ladin dengan ideologi kaum Khawarij pada masa lalu
teramat sulit untuk diabaikan karena pandangan-dunia keduanya yang saling
berhimpit dalam banyak hal, di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, Khawarij
memunculkan keyakinan bahwa Muslim yang melakukan dosa besar (al-kabir) adalah
keluar dari Islam (murtad). Dengan keyakinan ini, mereka telah memulai
kebiasaan buruk kafir-mengafirkan di kalangan Muslim yang berujung pada
penghalalan darah atas jiwa-jiwa yang diharamkan (penumpahan darahnya) oleh
Allah Swt tanpa hak. Banyak dicatat dalam literatur sejarah bagaimana Khawarij
mempraktikkan ajarannya ini, semacam penyelidikan atas keyakinan Muslim
non-Khawarij. Orang-orang yang tidak lolos dari ajarannya ini lantas dipandang
kafir dan halal darah mareka. Penumpahan darah atas orang-orang seperti ini pun
banyak terjadi, tak terkecuali terhadap perempuan dan anak-anak karena Khawarij
memandang anak-anak kaum kafir adalah terkutuk bersama orangtuanya. Perhatikan
bagaimana para terpidana mati Bom Bali I, seperti Imam Samudra dan Ali Ghufron,
tidak merasa bersalah telah membunuh ratusan jiwa secara sewenang-wenang.
Mereka menganggap para korban tindakan sadis mereka hanya sebagai ekses dari
sebuah perjuangan. Besar kemungkinan, mereka meyakini para korban sebagai para
pendosa yang darahnya halal ditumpahkan. Keyakinan yang dipopulerkan Khawarij
ini sama sekali tidak memiliki preseden di masa Rasulullah saw. Ali bin Abi
Thalib dalam khotbah yang ditujukan kepada Khawarij pernah berkata: Anda tahu
bahwa Nabi... memotong (tangan) para pencuri dan mencambuki para pezina yang
tak terlindung (yang belum menikah), tetapi setelah itu mengizinkan bagian
mereka dari rampasan (perang) dan hak mereka untuk menikahi perempuan Muslim.
Jadi, Nabi menuntut mereka bertanggung jawab atas dosa mereka tetapi tidak
melarang mereka atas hak mereka yang diberikan Islam, tidak pula menyingkirkan
nama mereka dari para pengikutnya (tidak memandang mereka murtad dan kafir).
Kedua, akibat dari
keyakinan di atas, Khawarij adalah kaum yang anti-dialog. Bagi mereka, beradu
argumentasi dengan orang-orang yang telah diyakini kekafirannya adalah sia-sia.
Tidak ada hakim kecuali Allah? Apa yang menjadi slogan mereka? benar-benar
menjadi alat ampuh untuk menolak potensi kebenaran dari pihak lain. Ali bin Abi
Thalib, sahabat terkemuka Nabi, pernah merasakan kekerasan hati tersebut
setelah upayanya berkali-kali untuk berdialog dimentahkan Khawarij hingga
pecahlah Perang Nahrawan.
Ketiga, Khawarij
telah memelopori lahirnya Islam perang sebagai lawan dari perang Islam. Istilah
pertama mengacu kepada gerakan Islam yang telah menjadikan perang bukan lagi
sebagai metode tetapi sudah menjadi tujuan itu sendiri. Karakter gerakan ini
adalah ofensif dan anarkis. Sifat ofensif menjadikannya lebih mirip pasukan
penjajah ketimbang kaum pejuang. Mungkin di sinilah, mengapa sebutan teror dan
teroris jauh lebih tepat ketimbang
sanjungan pahlawan dan syahid. Sementara itu, anarkisme membuat gerakan ini tak
memedulikan norma dan etika berperang, yang Islam tetapkan secara terperinci.
Dari ketiga
prestasi tersebut, Khawarij benar-benar pelopor yang melahirkan kekeliruan
kalau bukan kebodohan atas nama Islam yang berujung pada kekerasan atas nama
Islam. Yang terakhir tegas-tegas menyebutkan
bahwa mereka memerangi Ali atas nama kebanggaan klan dan demi merebut kembali
hak-hak istimewa yang mereka nikmati sebelum lahirnya Islam. Persoalannya
kemudian, apakah hanya karena kekeliruan, Khawarij berani menentang Ali,
satu-satunya figur sahabat Nabi terpercaya yang masih tersisa saat itu?
Pertanyaan ini pantas diajukan karena melihat beberapa fakta yang seringkali
terabaikan dalam analisis mengenai lahirnya Khawarij. Pertama, dalam beberapa
khotbahnya yang ditujukan secara khusus kepada kelompok pembangkang tersebut,
Ali secara eksplisit menyebut Khawarij pada awalnya termasuk di antara mereka
yang mendukung diterimanya arbitrase. Fakta ini menunjukkan perubahan sikap
Khawarij yang ekstrem dari pendukung gigih arbitrase menjadi penentang keras
arbitrase. Apa yang tersembunyi di balik semua ini? Keduanya, adanya sosok
misterius dan kontroversial Asyat bin Qais. Sosok ini tidak banyak disebutkan
sekalipun berperan penting dalam menciptakan perpecahan di kubu Ali. Asyat-lat
yang giat memprovokasi para pendukung Ali untuk menerima tawaran arbitrase.
Upaya ini berhasil membelah kubu Ali menjadi dua kelompok: pendukung arbitrase
dan penentangnya, sehingga melemahkan kekuatan Ali dan menguntungkan Muawiyah.
Bagi para sejarahwan, Asyat lebih tampak sebagai agen Muawiyah yang disusupkan
ke pihak Ali ketimbang sebagai pendukung Ali.
Dengan demikian
bagi kita umat Muslim sudah seharusnyalah mewasdai aliran-aliran yang mengarah
pada ajaran-ajaran Khawarij ini. Walaupun memang golongan ini sudah tidak ada
lagi dalam sejarah namun ajaran-ajaranya dimungkinkan masih berkembang sehingga
benteng keimanan dan ketaqwaan harus senantiasa kita tingkatkan.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dalam
pembahasan di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa golongan Khawarij
sebagai sebuah aliran telogi adalah kaum yang terdiri dari pengikut Ali bin Abi
Thalib yang meninggalkan barisannya, karena tidak setuju tehadap sikap Ali bin
abi Thalib yang menerima arbitrase sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan
khalifah dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
Adapun sekte-sekte aliran
Khawarij diantaranya adalah: Al-Muhakkimah, Al-Ajaridah, Al-Azriqah, As-Saalabiya, An-Nadjat,
Al-Abadiyah, Al-Baihasiyah, dan As-Sufriyah. Mengenai doktrin ajarannya
meliputi: Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat
islam, khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab, khalifah dipilih
secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat,
khalifah sebelum Ali adalah sah tetapi setelah tahun ketujuh dari masa
khalifahnya, utsman ra dianggap menyeleweng, Pasukan perang Jamal yang
melawan Ali juga kafir, Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim
sehingga harus dibunuh, Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan
golongan mereka, Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng,
Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan orang yang
jahat harus masuk ke dalam neraka), Amar ma’ruf nahyi munkar, Memalingkan
ayat-ayat Al-quran yang tampak mutasabihat (samar), Al-Quran adalah makhluk,
Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
Perkembangan khawarij semakin
meluas dan terbagi menjadi dua golongan yang pertama bermarkas di sebuah negeri
Bathaih yang menguasai dan mengontrol kaum khawarij yang berada di Persia yang
dikepalai oleh Nafi bin azraq dan Qathar bin Faja’ah, dan golongan yang kedua
bermuara di Arab daratan yang menguasai kaum khawarij yang berada di Yaman,
Handharamaut, dan Thaif yang dikepalai oleh Abu Thalif, Najdah bin ‘Ami, dan
abu Fudaika.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Hamid, Syamsul
rijal. 2002. Buku Pintar Agama Islam.
Bogor: penebar
salam.
2.
Ibid. 2010. Sejarah Peradaban Islam.
Bandung: UMM Press.
3. Nasution,
Harun. 1985. Teologi islam: Aliran
sejarah analisa perbandingan. Jakarta: UI. Press.
4. Rohison, Anwar dan Rozak, Abdul. 2006. Ilmu
Kalam Untuk IAIN, STAIN, PTAIS. Bandung : Pustaka Setia.
5. Rozak, Abdul
dan Anwar, Rosihon. 2007. Ilmu Kalam. Bandung : Pustaka Setia.
6.
Sarkowi. 2010. Teologi Islam Klasik. Malang: Resist
Literacy.
7. Watt,
montgomery W. 1987. Pemikiran Teologi Dan
Filsafat Islam. Press:
terjem. Umar besalim p3m. press.
8. Yatim, Badri. 2011. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah
II. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
9. http://anwarbook,blogspot.com, Isi Tahkim
Sayidina Ali dengan Muawiyah html, diakses tanggal 6 Januari 2014.
[5] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: dirasah Islamiyah
II ( Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 40.
Comments
Post a Comment